Beo Nias ditetapkan sebagai fauna identitas
provinsi Sumatera Utara. Burung populasinya lebih banyak terdapat di
dalam sangkar ketimbang di alam bebas padahal burung endemik yang
langka ini termasuk satwa yang dilindungi
berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931, Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Undang-undang No. 5
Tahun 1990, dan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999.
Subspesies beo yang mempunyai nama latin Gracula religiosa robusta ini sering disebut juga sebagai Ciong atau Tiong.
Dalam bahasa Inggris, burung endemik ini biasa disebut Common Hill Myna.
Ciri dan Tingkah Laku Beo Nias. Beo nias (Gracula religiosa robusta) termasuk burung berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 40 cm. Ukuran beo nias lebih besar dari pada jenis beo lainnya.
Bagian kepala burung beo nias berbulu
pendek. Sepanjang cuping telinga beo nias menyatu di belakang kepala
yang bentuknya menggelambir ke arah leher. Gelambir cuping telinga ini
berwarna kuning mencolok.
Di bagian kepala beo nias juga terdapat
sepasang pial yang berwarna kuning dan terdapat di sisi kepala. Iris
mata burung endemik ini berwarna coklat gelap. Paruhnya runcing
berwarna kuning agak oranye. Hampir seluruh badan beo nias tertutup
bulu yang berwarna hitam pekat, kecuali pada bagian sayap yang berbulu
putih. Kaki burung endemik nias ini berwarna kuning dengan jari-jari
berjumlah empat. Tiga jari di antaranya menghadap ke depan, sedangkan
sisanya menghadap ke belakang.
Beo nias (Gracula religiosa robusta)
hidup secara berpasangan atau berkelompok. Burung pengicau endemik
pulau Nias ini biasa bersarang dengan membuat lubang pada batang pohon
yang tinggi dan tegak. Burung beo nias adalah pemakan buah-buahan dan
sesekali memakan serangga.
Ciri yang membedakan burung beo nias
dengan jenis beo lainnya adalah ukuran tubuhnya yang lebih besar serta
sepasang gelambir cuping telinga berwarna kuning pada Beo Nias yang
menyatu sedangkan beo biasa terpisah.
Habitat dan Persebaran. Burung beo nias (Gracula religiosa robusta)
merupakan satwa endemik Sumatera Utara yang hanya bisa dijumpai di
Pulau Nias dan sekitarnya seperti Pulau Babi, Pulau Tuangku, Pulau Simo
dan Pulau Bangkaru.
Burung beo nias menyukai hutan yang
dekat perkampungan atau tempat terbuka pada daerah dataran rendah
hingga ketinggian 1000 meter dpl. sebagai habitatnya.
Populasi dan Konservasi. Populasi
burung endemik yang menjadi fauna identitas Sumatera Utara ini hingga
sekarang tidak diketahu dengan pasti. Namun yang pasti semakin hari
burung pengicau ini semakin sulit ditemukan di alam liar. Bahkan IPB
bersama Kementerian Kehutanan yang pernah melakukan penelitian dari
1996-1997 hanya bisa menemukan 7 ekor burung beo nias saja.
Secara umum spesies beo didaftar sebagai Least Concern dalam IUCN Redlist dan dimasukkan dalam CITES Apendiks II, namun populasi beo nias yang trerdapat di alam liar semakin langka.
Di Indonesia, beo nias menjadi salah
satu satwa yang dilindungi bahkan oleh pemerintah kolonial Belanda
sekalipun. Berbagai peraturan perundangan yang menyertakan beo nias
dalam daftar satwa yang dilindungi dari kepunahan antara lain Peraturan
Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931, Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Undang-undang No. 5 Tahun 1990, dan
Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999.
Semoga saja beo nias, Sang Peniru yang
ulung ini masih mendapat perhatian dari kita semua untuk bisa bertahan
di alam liar dan janganlah tergantikan oleh manusia-manusia yang suka
membeo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar